Dulu Pernah Memanas Gegara Sunda Wiwitan, Kini Habib Rizieq Memuji Kinerja Kang Dedi

- Jumat, 16 Mei 2025 | 20:15 WIB
Dulu Pernah Memanas Gegara Sunda Wiwitan, Kini Habib Rizieq Memuji Kinerja Kang Dedi


MURIANETWORK.COM -
Konflik lama antara Habib Rizieq Shihab dan Dedi Mulyadi sempat menjadi sorotan publik hampir satu dekade lalu, terutama terkait isu kebudayaan Sunda dan ajaran Islam. 

Namun kini dalam pernyataannya terbaru, Habib Rizieq justru memberikan isyarat yang bisa diartikan sebagai bentuk pengakuan positif terhadap kinerja pemerintah, termasuk sosok Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang dulu pernah menjadi lawannya.

Dalam video yang diunggah oleh kanal YouTube Islamic Brotherhood Television, Jumat (16/5/2025), Habib Rizieq Shihab membantah isu bahwa pemerintah telah mengganggu eksistensi Pondok Pesantren Markaz Syariat di Megamendung, Bogor. 

Ia mengatakan banyak orang tua yang datang dan bertanya apakah pesantren tersebut masih beroperasi, setelah beredar kabar bahwa tempat itu sudah digusur.

“Habib, memang pesantrennya masih ada?” begitu kata mereka. Kami jawab, iya, memang kenapa? Mereka bilang, ‘Katanya udah dibongkar, udah diacak-acak gubernur.’ Itu kabar bohong,” ujar Habib Rizieq.

Ia menegaskan, pesantren Markaz Syariat masih berjalan normal seperti biasa.

“Pesantrennya ada, santrinya ada, gurunya ada, perpustakaan ada, masjidnya ada, pengajian juga ada. Jadi kalau ada yang bilang pemerintah mengganggu, itu hoaks. Pemerintah nggak pernah ganggu pesantren,” tandasnya.

Pernyataan ini cukup menarik, mengingat selama ini Habib Rizieq dikenal sebagai tokoh yang vokal terhadap pemerintah, khususnya dalam isu-isu yang menyangkut agama dan budaya.

Kilasan Konflik Panas: Habib Rizieq vs Dedi Mulyadi


Sekitar tahun 2015–2016, ketegangan antara Ketua Front Pembela Islam (FPI) saat itu Habib Rizieq Shihab dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memuncak. Rizieq menuding Dedi telah merusak tatanan Islam di tanah Sunda. Beberapa tudingan keras yang sempat dilontarkan antara lain:

- Mengganti salam “Assalamualaikum” dengan “Sampurasun”

- Membuat banyak patung pewayangan yang dianggap sebagai simbol penghidupan kembali ajaran Sunda Wiwitan

- Menyebarkan ritual mistik seperti pernikahan simbolis dengan Nyi Roro Kidul, lengkap dengan kereta kencana, sesajen, dan kemenyan

- Menggunakan kain poleng hitam putih di pohon-pohon, serta pakaian ala tokoh Hindu Bali

Habib Rizieq kala itu bahkan menuding Dedi tidak bangga dengan keislamannya dan justru melestarikan “tahayul dan syirik” atas nama budaya lokal.

Menanggapi tuduhan tersebut, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa apa yang ia lakukan semata untuk melestarikan kebudayaan lokal. 

Ia menyebut patung-patung tokoh pewayangan seperti Bima dan Gatotkaca adalah bagian dari khasanah seni yang berakar kuat dalam masyarakat Jawa dan Sunda.

“Wayang adalah lambang dari kehidupan manusia antara dua sisi berbeda, yang merupakan kepastian sunatullah. Dan patung wayang adalah simbol kreativitas kebudayaan,” jelas Dedi dalam pernyataan tahun 2015 lalu.

Ia bahkan mencontohkan bahwa patung telah banyak dibangun di daerah lain sebelum di Purwakarta. Di Jakarta, misalnya, patung raksasa sudah ada sejak masa Bung Karno.

“Saya berprasangka baik saja, mungkin patung di Purwakarta lebih seksi, sehingga menarik untuk dipermasalahkan,” ujarnya sambil tersenyum.

Sumber: tvone

Komentar