Catatan Hitam Firli Bahuri: Main Perkara SYL hingga Hasto, Pantas Ditetapkan Sebagai Tersangka!

- Senin, 12 Mei 2025 | 14:20 WIB
Catatan Hitam Firli Bahuri: Main Perkara SYL hingga Hasto, Pantas Ditetapkan Sebagai Tersangka!




MURIANETWORK.COM - Ketua IM57 Institute (organisasi eks pegawai KPK), Lakso Anindito, mencatat bahwa mantan Ketua KPK Firli Bahuri telah berulang kali melakukan modus operandi yang sama terkait pengkondisian perkara dan perintangan penyidikan atau Obstruction of Justice (OOJ).


Tak hanya dalam dugaan membocorkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Januari 2020 yang menyebabkan keberadaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tidak terdeteksi, Firli juga diduga melakukan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) guna mengkondisikan kasus di Kementerian Pertanian agar tidak diusut. 


Terlebih lagi, Firli kini telah berstatus tersangka pemerasan di Polda namun belum juga ditahan.


"Pertama, modus berulang. Fakta ini tidak mengejutkan karena secara modus operandi selaras dengan penetapan status tersangka Firli saat ini di Polda, di mana Firli diduga melakukan upaya pengkondisian pada kasus lainnya dengan meminta imbalan," kata Lakso melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (10/5/2025).


Lakso juga mengingatkan bahwa saat menjabat sebagai Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Firli pernah didorong untuk diberhentikan melalui petisi dari para penyidik, penyelidik, dan pegawai KPK karena dianggap menghalangi proses penanganan perkara.


Dalam petisi tersebut, terdapat lima alasan utama yang menjadi dasar permohonan kepada pimpinan KPK saat itu, Agus Rahardjo dan jajaran, untuk segera memberhentikan Firli. Berikut lima alasan tersebut sebagaimana tercantum dalam petisi:


1. Terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian

2. Tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup

3. Tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi

4. Tidak disetujui penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan

5. Adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat


"Artinya, apabila Firli melakukan hal yang sama pada kasus Hasto, itu hanyalah pengulangan modus operandi," tegas Lakso.


Lakso menilai tidak ada lagi alasan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) dan menetapkan Firli sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan atau Obstruction of Justice (OOJ).


Menurutnya, bukti permulaan untuk penetapan tersangka Firli sudah sangat memadai, mengingat banyaknya catatan kasus yang diduga melibatkan dirinya.


"Fakta ini perlu ditindaklanjuti melalui penyidikan. KPK sudah seharusnya bukan hanya menerbitkan perintah penyelidikan tetapi penyidikan atas kasus ini karena bukti permulaan sudah memadai," kata Lakso.


Sebelumnya, penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, mengungkapkan bahwa saat timnya tengah melakukan pengejaran terhadap Hasto Kristiyanto, Firli Bahuri justru membocorkan informasi terkait OTT ke media secara sepihak. 


Akibatnya, jejak Hasto hilang dan upaya penangkapannya gagal.


Rossa memberikan kesaksian dalam sidang perkara dugaan perintangan penyidikan dan suap terkait pengkondisian anggota DPR RI periode 2019–2024, dengan terdakwa Hasto Kristiyanto, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).


Dalam persidangan, Rossa menjelaskan bahwa tim KPK awalnya menangkap sejumlah pihak, termasuk advokat PDIP Donny Tri Istiqomah dan kader PDIP Saeful Bahri, dalam OTT pada 8 Januari 2020.


Setelah itu, tim meminta keterangan dari pihak-pihak yang diamankan dan menemukan indikasi keterlibatan Hasto. 


Berdasarkan informasi dan bukti yang diperoleh, pengejaran terhadap Hasto pun dilakukan.


"Kami diberikan panduan oleh posko tentang posisi-posisi yang bersangkutan. Jadi pada saat itu kami mulai melakukan pengejaran terhadap terdakwa (Hasto) itu setelah beberapa pihak kami amankan dan kami ambil keterangan, sekitar setelah salat asar atau jam 15 lebih. Kami bergerak untuk melakukan pengamanan terhadap saudara terdakwa," ujar Rossa di ruang sidang.


Rossa juga menjelaskan bahwa keberadaan Hasto saat itu terlacak melalui sebuah ponsel.


"Kalau di timeline perjalanan yang dibikin oleh penyelidik ini apakah nomor yang ini yang saudara maksud milik terdakwa (Hasto)?" tanya jaksa.


"889, iya," jawab Rossa membenarkan.


Namun tak lama kemudian, jejak Hasto hilang karena ponsel tersebut tidak lagi aktif. 


Rossa mengungkapkan bahwa hal itu terjadi setelah Firli Bahuri mengumumkan kegiatan OTT ke media, padahal operasi tersebut belum selesai. Akibatnya, Hasto gagal diamankan.


"Kalau kita lihat di tanggal 8 itu cuma ada beberapa posisi. Apakah selain di jam itu sebenarnya kenapa tidak muncul data posisinya?" tanya jaksa.


"Di A Pos 0-0. Artinya tidak aktif," ucap Rossa.


"Jadi yang terekam hanya di jam 13.11, 15.06, kemudian 16.12 dan 16.26. Setelah itu tidak aktif?" tanya jaksa.


"Iya. Pada saat itu, kami dapat kabar melalui posko bahwa secara sepihak pimpinan KPK, Firli mengumumkan terkait adanya OTT. Itu kami ketahui dari posko, dari kasatgas kami, dan itu di-share juga dalam grup. Kami juga mempertanyakan pada saat itu, sedangkan posisi pihak-pihak ini belum bisa diamankan. Kenapa sudah diinformasikan ke media atau dirilis informasi terkait adanya OTT," jelas Rossa.


Dalam perkara ini, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.


Jaksa menilai Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat OTT KPK pada 2020. 


Ia juga diduga memerintahkan stafnya, Kusnadi, membuang ponsel saat diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Juni 2024.


Selain itu, Hasto didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. 


Suap tersebut diduga diberikan bersama-sama oleh Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan eks Caleg PDIP Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio.


Menurut jaksa, suap itu diberikan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).


Atas perbuatannya, Hasto juga didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP.


Sumber: Inilah

Komentar