Alasan Mengapa Bareskrim Harus Usut Lebih Dulu Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Menurut Mahfud MD

- Kamis, 08 Mei 2025 | 14:45 WIB
Alasan Mengapa Bareskrim Harus Usut Lebih Dulu Dugaan Ijazah Palsu Jokowi Menurut Mahfud MD




MURIANETWORK.COM - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menanggapi aksi saling lapor dalam kisruh ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. 


Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) melaporkan dugaan ijazah palsu Jokowi ke Bareskrim Polri, sedang Jokowi melaporkan lima orang ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah.


Mahfud menekankan dikarenakan pengaduan Jokowi ke Polda soal pencemaran nama baik lantaran ada tuduhan ijazah palsu dan sebagainya, maka laporan TPUA di Bareskrim sebagai pidana utama harus lebih dulu diputus. 


Sebab, selesainya perkara di Bareskrim akan menentukan perkara di Polda Metro Jaya.


“Maka, seharusnya yang diputuskan lebih dulu itu yang perkara utamanya, yang Bareskrim, karena kalau Bareskrim menyatakan benar bahwa ini palsu, berarti perkara di sana gugur, kalau ini tidak benar, perkara di sana lanjut,” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD disimak pada Rabu (7/5/2025).


Mahfud menjelaskan alasan perkara di Bareskrim harus diselesaikan terlebih dulu. 


Sebab kalau ternyata laporan itu benar bahwa ada ijazah yang palsu, maka laporan Jokowi di Polda Metro Jaya tentang pencemaran nama baik karena ada tuduhan ijazah palsu otomatis tidak bisa lanjut.


Polda, lanjut Mahfud, baru bisa melanjutkan laporan Jokowi tentang pencemaran nama baik karena tuduhan ijazah palsu, jika Bareskrim menyatakan ijazah yang dimaksud itu asli. 


Sebab, ia mengingatkan, laporan di Polda memang pidana ikutan, dan laporan di Bareskrim yang merupakan pidana utamanya.


“Oleh sebab itu, sebaiknya memang ditunggu yang Bareskrim terlebih dulu, lalu di sini ada yurisprudensi, bahwa harus dimulai dari satu kasus tindak pidana utamanya dulu, yang di Polda dilaporkan Pak Jokowi itu kan tindak pidana ikutan, tindak pidana utamanya kan laporan TPUA ke Bareskrim,” ujar Mahfud.


Terkait pencemaran nama baik dan fitnah, Mahfud menyampaikan Pasal 310 ayat 3 KUHP. 


Mahfud menekankan pentingnya tertib berhukum, termasuk ketika ada dua perkara terkait. 


"Harus tertib mana perkara utama yang lebih dulu diputus, mana yang perkara ikutan," ujar Mahfud. 


Sehingga Mahfud menilai harus dilihat pidana utamanya dulu baru pidana ikutannya. Kalau pidana utama sudah final, apapun putusan akan menentukan. 


"Ini untuk tertib hukum, kadang kala orang mencampur aduk, perdata, tata usaha negara, pidana, pidana pun ada khusus, pidana umum, pidana utama, pidana ikutan, harus jelas penanganannya,” ujar Mahfud.


Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tengah menyelidiki aduan mengenai dugaan ijazah palsu Jokowi.


Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa aduan tersebut diajukan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang diketuai oleh Eggy Sudjana.


“Sebagaimana surat nomor Khusus/TPUA/XII/2024 tanggal 9 Desember 2024 perihal pengaduan adanya temuan publik (dan dari berbagai media sosial sebagai bentuk notoire feiten) cacat hukum ijazah S1 Jokowi oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis,” katanya, Rabu.


Dalam penyelidikan laporan tersebut, ujar dia, Dittipidum telah memeriksa 26 saksi, yaitu:


  • Pihak pengadu sebanyak empat orang.
  • Staf Universitas Gadjah Mada (UGM) sebanyak tiga orang.
  • Alumni Fakultas Kehutanan UGM sebanyak delapan orang.
  • Dinas Perpustakaan dan Arsip DI Yogyakarta sebanyak satu orang.
  • Staf percetakan Perdana sebanyak satu orang.
  • Staf SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak tiga orang.
  • Alumni SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak empat orang.
  • Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Ditjen Pauddikdasmen) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebanyak satu orang.
  • Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) sebanyak satu orang.
  • KPU pusat sebanyak satu orang.
  • KPU DKI Jakarta sebanyak satu orang.


Selain memeriksa saksi, dalam proses penyelidikan ini Dittipidum juga telah memeriksa sejumlah dokumen, di antaranya dokumen terkait awal masuk Jokowi menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM sampai dengan lulus ujian sebanyak 34 lembar, dokumen dari Fakultas Kehutanan UGM sebanyak tiga bundel, hingga dokumen dari SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak satu bundel.


“Telah dilakukan uji laboratorium terhadap dokumen awal masuk menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM sampai dengan lulus ujian skripsi dengan perbandingan dokumen dari teman satu angkatan yang masuk pada tahun 1980 dan lulus pada tahun 1985,” kata Brigjen Pol. Djuhandhani.


Sebelumnya, pada 30 April 2025, Jokowi sempat mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan soal tudingan ijazah palsu yang dituduhkan kepada dirinya.


“Ya ini, sebetulnya masalah ringan. Urusan tuduhan ijazah palsu. Tetapi perlu dibawa ke ranah hukum, agar semua jelas dan gamblang," katanya.


Langkah hukum ini diambil menyusul munculnya keinginan sejumlah pihak, salah satunya TPUA, yang meminta Jokowi memperlihatkan ijazah aslinya yang diterbitkan UGM. 


Jokowi menilai tuduhan kepada dirinya memiliki ijazah palsu oleh beberapa pihak adalah fitnah.


"Kami sampaikan bahwa fitnah dan tuduhan-tuduhan tersebut itu sangat-sangat kejam, karena telah merusak nama baik dan martabat Pak Jokowi, berdampak bagi nama baik keluarga dan yang tidak kalah penting ini juga merusak nama baik rakyat Indonesia," kata Kuasa Hukum Jokowi, Yakup Hasibuan saat mendampingi Jokowi membuat laporan ke Polda Metro Jaya, Rabu.


Yakup juga menjelaskan kliennya mungkin selama ini hanya diam menanggapi tuduhan ijazah palsu tersebut.


"Selama ini mungkin Pak Jokowi diam. Selama ini, khususnya ketika beliau menjabat, beberapa bulan terakhir juga kami ikuti terus perkembangannya, beberapa kali juga sudah kami berikan imbauan, secara resmi press conference (jumpa pers), beberapa statement (pernyataan) di tempat umum, juga sudah kami berikan, tapi terus dilakukan oleh beberapa pihak," katanya.


Oleh karena itu, menurut Yakup, pada Rabu ini Jokowi melaporkan ke Polda Metro Jaya membuat laporan dan memang harus dilakukan dan ini tentunya sudah melalui pertimbangan yang sangat panjang.


"Agar semuanya terang-benderang, agar kebenaran dapat terlihat dan agar nama baik Pak Jokowi dan nama baik rakyat Indonesia dapat dipulihkan dan dijaga juga. Sehingga hal ini tidak terjadi lagi," katanya.


Kemudian saat dikonfirmasi pasal apa saja yang dilaporkan terkait kasus ini, Yakup menjelaskan ada beberapa pasal.


"Jadi, pasal yang kita duga dilakukan itu, ada Pasal 310 KUHP, Pasal 311 KUHP, ada juga beberapa pasal di Undang-Undang ITE, antara lain 27A dan juga Pasal 32 dan Pasal 35," katanya.


Yakup menyebutkan untuk terlapor masih dalam penyelidikan, namun dirinya menyebutkan ada sejumlah pihak yang disebut dalam kasus ini yaitu, inisial RS, ES, T, K dan RS.


"Tapi tentunya dalam semua rangkaian peristiwa, itu dirinya sudah menyampaikan kepada para penyidik sejumlah barang bukti. Ada 24 video ya, sekitar 24 objek yang Pak Jokowi sudah laporkan juga, ya itu juga diduga dilakukan oleh beberapa pihak," katanya.


Sumber: Republika

Komentar