MURIANETWORK.COM - Penyerahan dokumen ijazah milik Presiden RI ke-7, Joko Widodo, oleh adik iparnya, Wahyudi Ariyanto, ke Bareskrim Mabes Polri pada 9 Mei 2025 memicu beragam tanggapan dari publik.
Salah satu yang menyoroti peristiwa ini adalah Roy Suryo, pakar telematika sekaligus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga.
Dalam pernyataan yang disampaikan melalui program 'Sapa Indonesia Pagi' di kanal YouTube KompasTV (15/5/2025), Roy Suryo menyebut bahwa proses penyerahan ijazah tersebut terkesan 'lucu'.
Hal ini mengingat dokumen hanya ditunjukkan secara langsung tanpa mekanisme penyitaan yang lazim dilakukan dalam penyelidikan kasus hukum.
"Kalau serius, harusnya ada pemanggilan resmi dan penyitaan dokumen sebagai barang bukti. Ini hanya ditunjukkan begitu saja," ujar Roy.
Meskipun demikian, Roy menegaskan bahwa dirinya menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Termasuk langkah Presiden Jokowi melalui kuasa hukumnya, Yakup Hasibuan, yang menyerahkan ijazah asli pendidikan dari tingkat SD hingga Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ijazah sebagai Bukti dalam Kasus Hukum
Dokumen ijazah tersebut diserahkan sebagai bagian dari proses penyelidikan atas laporan Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Eggi Sudjana, yang mempertanyakan keaslian ijazah Presiden Jokowi.
Dalam laporan tersebut, Jokowi berstatus sebagai terlapor, meskipun hingga kini belum ada keterangan resmi mengenai pemanggilan langsung terhadap dirinya.
Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menjelaskan bahwa penyerahan dokumen asli dilakukan untuk memenuhi permintaan penyidik Bareskrim dalam proses penyelidikan.
"Kami menyerahkan semua dokumen asli sebagaimana diminta, agar penyelidikan berjalan sesuai koridor hukum," ujarnya.
Roy Suryo: Pemeriksaan Forensik Harus Disertai Rincian
Roy Suryo menambahkan bahwa agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan, pemeriksaan ijazah oleh Laboratorium Forensik (Labfor) harus dilakukan secara menyeluruh dan dilengkapi dengan penjelasan yang rinci.
Ia menyebut bahwa hasil forensik tidak boleh hanya memberikan keterangan satu kalimat seperti 'asli' atau 'identik', melainkan memuat deskripsi teknis, seperti jenis kertas, tinta, dan metode pencetakan.
"Penjelasan Labfor jangan sekadar menyebut ‘otentik’. Harus dijelaskan misalnya kertas dari tahun berapa, tinta jenis apa, termasuk tinta untuk tanda tangan dan stempel," kata Roy.
Roy juga menyarankan agar dalam proses verifikasi tersebut digunakan dokumen pembanding yang netral.
Ia mencontohkan bahwa pembanding ideal sebaiknya berasal dari institusi yang tidak memiliki afiliasi politik atau kepentingan pribadi.
Roy Suryo menjabarkan lebih lanjut bahwa pemeriksaan otentikasi dokumen sebaiknya mencakup lima jenis tinta yang umum digunakan dalam ijazah, yakni tinta cetak, tinta penulisan nama, tinta tanda tangan rektor dan dekan, tinta logo UGM, dan tinta stempel fakultas.
"Kelima jenis tinta tersebut harus diuji satu per satu. Kalau semuanya konsisten dan sesuai zaman, baru bisa disebut asli," tegasnya.
Menurut Roy, hanya dengan pendekatan ilmiah dan transparansi hasil pemeriksaan forensik, polemik mengenai keaslian ijazah Jokowi bisa dihentikan dan tidak menjadi komoditas politik.
Sumber: poskota
Artikel Terkait
Cuma Serahkan Bukti Fotocopy Ijazah ke Polisi, Tangkap Jokowi dan Pengacaranya!
Menguak Cara Digital Forensik Bekerja Dalam Kasus Ijazah Jokowi
Jokowi Tutup Pintu Maaf Penuding Ijazah Palsu, Teddy Gusnaidi Dukung: Supaya Negeri Ini Tidak Gaduh!
Rismon Sianipar Ungkit Kasus Rektor UGM Ova Emilia Digugat LPS Rp29 Miliar: Bareskrim Harus Periksa Itu!